Skip to main content

Pentingnya Nilai Cerita di Balik Sebuah Jam Tangan Kartika Sari Winata

Desain bagus dan komplikasi andal hanyalah bonus, sebuah cerita tidak ternilai harganya.

Dari daftar pendek wanita yang bekerja di industri horologi, Kartika Sari Winata adalah salah satunya. Co-founder sekaligus Managing Director Eurobutik Bangun Indonesia Watch (EBI Watch) ini adalah sosok di balik eksistensi deLaCour, Hautlence, BRM Chronographes, H. Moser & Cie, Dietrich, Reservoir, dan Grand Seiko di Indonesia. 

Hampir tujuh tahun menekuni bisnis retail, Kartika senantiasa konsisten dalam menjaga keseimbangan antara kreativitas dan nilai komersial, serta menghindari rivalitas di antara brand yang tersedia dalam butik Independent milik EBI Watch di Pacific Place.

“Dalam memilih brand yang akan kami hadirkan di sini, kami menghindari kemungkinan adanya

kanibalisme. Oleh karena itu semua brand yang kami miliki sekarang mengusung desain, bentuk, inovasi, dan kisaran harga yang berbeda-beda. Selain itu, karena tidak dipayungi oleh korporat besar yang mengontrol mereka, biasanya brand independen bisa menjadi inkonsisten. Maka, penting bagi saya untuk mengetahui cerita dan mempercayai visi mereka,” jelas wanita kelahiran 19 April 1988 ini.

Wawasan Kartika mengenai dunia horologi dimulai dari berbagai percakapan dengan sang ayah sejak ia masih belia. “Ayah saya merupakan seorang kolektor. Dari kecil saya sering mendengar cerita ayah mengenai jam tangan miliknya dan bagaimana cara kerjanya,” kenang wanita yang mengaku baru memiliki passion mendalam setelah menyelami industri jam tangan.

“Awalnya saya menjalani bisnis ini untuk membuat ayah saya bangga karena saya tau beliau menyukai jam tangan. Namun setelah saya mempelajari pembuatan jam tangan yang melibatkan begitu banyak proses dan penelitian, kini saya mengapresiasinya sebagai sebuah seni. Menilik balik, rasanya ini semua adalah takdir. Wawasan saya sudah ada dari dulu, passion saya menyusul kemudian.”

Berada di dalam industri horologi membuat Kartika lebih selektif dalam memilih jam tangan untuk ditambahkan ke koleksi pribadinya. Alih-alih kriteria mendetail berkenaan dengan desain atau komplikasi tertentu, Kartika mengaku nilai sentimental merupakan faktor penting baginya. “Saya menyukai hal yang sederhana, namun pada dasarnya saya tidak memiliki preferensi tertentu. Setiap jam tangan yang saya beli seolah ‘berbicara’ kepada saya dalam cara yang berbeda-beda. Desain bagus dan komplikasi andal hanyalah bonus. Akan lebih baik bila ada cerita menarik di baliknya,” tutup wanita yang memilih H. Moser & Cie sebagai brand favoritnya ini.

Grand Seiko Elegance Collection “Blue Snowflake” SBGA407

“Sebenarnya jam Grand Seiko paling populer adalah White Snowflake yang memiliki dial putih dan terbuat dari titanium. Namun saya memilih stainless steel karena jika ada goresan dapat dengan mudah dipoles. Selain itu, saya juga tidak memiliki banyak jam tangan dengan bracelet — jam ini menyediakan dua temali: kulit yang saya bawa hari ini dan bracelet. Tidak seperti bracelet pada umumnya yang terkadang menjepit kulit maupun bulu tangan, bracelet Grand Seiko mencerminkan sisi perfeksionis khas produk buatan Jepang karena sangat nyaman saat dikenakan.”

Patek Philippe Nautilus Annual Calendar Ref. 5726A

“Patek Philippe Nautilus ada banyak macamnya, tapi ini yang Annual Calendar. Saat saya mulai

memakainya di 6 atau 7 tahun lalu, seri ini memang populer, tetapi tidak seheboh sekarang. Saya sendiri memfavoritkannya karena desain yang simpel, berkelas, serta modern, meski di baliknya terdapat komplikasi yang sangat rumit. Jam tangan ini sebelumnya dimiliki ayah saya. Mungkin karena saya terlalu sering meminjamnya, akhirnya beliau memberikannya kepada saya. Ini adalah jam pemberian ayah saya yang saya pilih sendiri untuk pertama kalinya.”

Baca lebih lanjut tentang koleksi jam tangan Kartika Sari Winata selengkapnya di Majalah Crown Edisi Maret 2020 yang bisa Anda dapatkan di Magzter dan Gramedia Digital.


Ditulis oleh

End of content

No more pages to load