BEHIND THE CURTAIN: Menyingkap alasan istimewa di balik status ‘holy grail’ Patek Philippe melalui kunjungan eksklusif ke Manufaktur PP6.

Terdapat sukacita luar biasa saat saya dan jajaran jurnalis lain dari Asia Tenggara tiba di manufaktur terbaru Patek Philippe. Antusiasme kami bagaikan sup iga dalam tungku berasap mengepul atau busa segelas bir yang hampir tumpah sebelum diperbaiki posisinya oleh bartender. Mungkin euforia ini juga didukung oleh angin musim panas yang menyelimuti Plan-les-Ouates (di pinggiran Jenewa), di mana para ahli jam tangan terbaik Swiss bermukim.
Mengesankan namun bijaksana. Kalimat tersebut adalah deskripsi sempurna bagi Manufaktur PP6 yang memiliki luas tanah sebesar 12.730 m2. Dari luar, Anda tidak akan menyangka bahwa ini adalah tempat di mana keajaiban (maksud kami arloji terbaik di dunia) terjadi. Aspek numerologi pada nama PP6— diusulkan oleh Patek Philippe dan pemain horologi lainnya—sendiri mengacu pada fakta bahwa sang manufaktur adalah properti keenam di kompleks tersebut. Meski begitu, sesungguhnya hanya terdapat dua bangunan yang berdiri di situ.
Manufaktur pertama yang didirikan terbagi menjadi empat bagian: Unit A hingga Unit D, sebelum berekspansi ke properti baru bernama PP5 yang telah musnah dan akan segera dibangun kembali. Tetapi pemandu saat menjelajahi manufaktur tersebut meyakinkan kami bahwa terdapat ruang yang lebih dari cukup untuk perluasan. Ya, bahkan dengan jumlah pegawai yang telah berlipat ganda bila dibandingkan tahun 2009-2010 saat Philippe Stern mewariskan titah kepemimpinan kepada sang anak, Thierry.
THE CONCEPTION
Tahun 2009 menjadi saksi dari sejumlah perubahan radikal yang terjadi. Sebut saja masa pemulihan dari krisis keuangan global, Instagram yang masih menjadi ide semata di benak Kevin Systrom, juga iPhone bersiluet bundar. Sebagai seorang visioner, Thierry telah membayangkan dampak dari Revolusi Industri Keempat tersebut, yaitu kehadiran generasi pengusaha muda yang tengah merintis kesuksesan dan mendambakan eksklusivitas sukses yang mendambakan eksklusivitas, seperti halnya produk jam tangan Patek Philippe. Ia paham akan kebutuhan fasilitas produksi yang lebih besar dan penambahan tenaga kerja di setiap departemen. Oleh karena itu ia merencanakan ekspansi Patek Philippe secara menyeluruh, mulai dari mencari ahli riset hingga artisan untuk dapat mendukung manufaktur barunya kelak.
Lebih dari sebuah misi untuk memiliki ruang raksasa yang dapat mengakomodasi banyak pegawai, Thierry juga ingin menyederhanakan proses produksi. Efisiensi tersebut bertujuan agar perpindahan material dan informasi antar departemen lebih terintegrasi. Alhasil—meski tidak menjadi objektif utama—volume produksi serta merta meningkat. Patek Philippe pun berhasil mengembangkan produk dan variasi desain terbaru dengan laju yang pesat. Berkat kecekatannya, Patek Philippe berhasil membangun koneksi dengan klien baru lewat desain kontemporer tanpa melupakan pengikut setianya yang lebih konservatif dan tradisional.
Hal pertama yang saya sadari saat memasuki departemen mesin CNC—selain kecanggihan setiap perangkat—adalah program studi yang diimplementasikan oleh Patek Philippe. Pada masing-masing mesin di setiap area, pegawai senior selalu ditemani oleh personel junior. Dengan demikian, keduanya dapat berbagi pengalaman mumpuni dan ide cemerlang untuk melakukan terobosan dalam proses manufaktur. Sistem kerja ini dibentuk agar para ahli dapat mewariskan kemahirannya sebelum masa pensiun dan mendorong para pegawai muda untuk mengeksekusi gagasan dengan supervisi penuh agar tidak terjadi kesalahan. Selain itu, sistem ini sudah disesuaikan dengan tradisi Patek Philippe agar tetap relevan dengan kemajuan teknologi modern, sembari terus menggalakkan inovasi lintas generasi.
Format terbuka ini begitu kontras bila dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Para staf dan tim dari berbagai departemen acapkali berbagi tentang proyek terkini, cerita sukses, dan tantangan yang dihadapi. Layaknya kultur perusahaan start-up teknologi, Patek Philippe ingin menghindari munculnya information silos (akses terbatas antar departemen yang berpotensi menghambat perkembangan tiap individu). Meski begitu, kerahasiaan informasi internal tetap terjaga dengan sangat baik.
Kami mengunjungi Manufaktur PP6 seminggu sebelum dihelatnya Grand Exhibition di Tokyo. Namun, tidak ada satu individu pun yang memberi bocoran tentang edisi spesial untuk ekshibisi istimewa tersebut. Semi-automaton adalah cara Patek Philippe meningkatkan produktivitas pegawai. Pemanfaatan teknologi sebagai solusi cerdas untuk memfasilitasi pekerjaan staf adalah salah satu alasan mengapa Manufaktur PP6 dibutuhkan. Meski serba canggih, tahap finis dan uji kualitas dari semua komponen jam tetap dilakukan dengan tangan. Misalnya, blok kuningan berukuran raksasa yang diolah dan dibor menggunakan mesin CNC. Lalu hasil potong akan diberikan kepada staf yang bertugas memberi finis pada movement, seperti setrip Jenewa, circular graining, atau perlage yang diikuti dengan proses chamfering, engraving, dan sebagainya. Proses tersebut pun direplikasi pada setiap komponen, mulai dari bridge, roda gigi, pinion, hingga cam.
Ini adalah esensi sesungguhnya dari Patek Philippe: selangkah lebih maju dalam pembuatan jam tangan, tak peduli betapa banyak waktu dan upaya yang ditempuh. Setiap tahap produksi melibatkan fase craftsmanship nan kompleks, bahkan terkadang dua atau tiga kali lipat lebih mendetail dibandingkan manufaktur horologi lainnya. Satu potong bridge harus melalui delapan atau sembilan fase, hanya untuk pengerjaan finis dan pra-perakitan batu permata. Kebanyakan proses dalam fase-fase tersebut, salah satu contohnya ialah merapikan hasil potongan mesin hingga level mikroskopis pada setiap permukaannya, dilakukan secara manual. Dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk melatih seorang pegawai agar dapat melakukan setiap prosesnya dan lolos standar Patek Philippe. Terdapat suatu peranti lunak untuk memastikan bahwa setiap komponen layak mendapatkan sertifikat Patek Philippe Seal.
Sesi produksi kemudian melibatkan perakitan komponen oleh para ahli, dengan panduan langkah demi langkah mendetail yang dirancang secara internal. Setiap tahapan akan diperiksa sedetail mungkin untuk memastikan bahwa movement terlihat semulus mungkin, meski tidak akan terlihat oleh siapapun selain mereka. Sebuah movement yang terdiri dari sekitar 130 komponen umumnya memakan waktu perakitan selama berhari-hari. Perpaduan antara teknologi dengan tangan manusia dalam pengkreasian movement menjadi platform pembelajaran holistik bagi para ahli dan artisan. Tak henti sampai di situ, pegawai non-manufaktur pun dituntut untuk mengikuti pelatihan pembuatan jam agar dapat mengomunikasikan penawaran Patek Philippe dengan pengetahuan horologi mumpuni.
THE RARE CRAFTS
Meski tak dapat mengeksplorasi Advanced Research—di mana Patek Philippe menelurkan sejumlah inovasi mutakhir horologi—atau Grand Complications, kami berkesempatan untuk mengunjungi Rare Handcrafts (tepatnya di divisi gem-setting dan enameling). Menariknya, departemen Rare Handcrafts memiliki pembuat jam tangan sekaligus artisan karena model-model yang mereka kerjakan mengusung komplikasi dengan tingkat kerumitan tinggi. Contohnya, jam minute repeater dengan tombol aktivasi harus dirakit sepenuhnya menggunakan tangan. Belum lagi bila jam tangan minute repeater tersebut dihiasi oleh batu permata, proses pengerjaan manual akan semakin menantang dan mendetail.
Selama terjadinya krisis kuarsa di era ‘70-an dan ‘80-an, permintaan terhadap jam tangan berhiaskan permata hampir punah. Alhasil, para artisan dan pengrajin mulai kehilangan pekerjaan. Bahkan, dua per tiga pekerja perlahan mengabaikan keahlian mereka untuk bekerja di industri berbeda. Tetapi Patek Philippe terus-menerus menggunakan jasa para spesialis untuk melestarikan seni tradisional tersebut. Hal ini dilakukan dengan memproduksi sejumlah model Rare Handcraft setiap tahunnya sebagai penghormatan untuk keterampilan dan industri pembuatan jam tangan Jenewa.
Bicara gem-setting, artisan permata Patek Philippe berupaya keras untuk memastikan bahwa kecemerlangan setiap batu patut mendapat sorotan. Mulai dari tipe setting, hingga jumlah sudut dan konsistensi warna pada setiap potongan batu permata, semua dilakukan secara cermat dengan sebuah peranti lunak modeling. Selanjutnya, masing-masing batu permata akan diposisikan secara manual menggunakan menggunakan tangan. Mereka juga harus berhati-hati dalam mengaplikasikan tekanan pada setiap permata—khususnya zamrud yang dikenal ringkih—untuk menghindari kerusakan. Gem-setter pun harus menguasai teknik finis pada case karena gesekan apapun dengan batu permata berpontensi menimbulkan cela. Oleh karena itu terdapat proses inspeksi khusus pada bagian permukaan setiap komponen untuk memastikan bahwa setiap produk memenuhi standar estetika Patek Philippe.
Pada model snow-setting, para artisan permata ditugaskan untuk memosisikan setiap batu dengan strategis pada dial. Dengan demikian, keterampilan para ahli membentang dari segi teknis hingga artistik. Bahkan banyak seniman dan desainer yang bergabung sebagai ahli permata Patek Philippe, sehingga mampu mewujudkan jam tangan rupawan melalui seni gem-setting.
Begitu pula dengan departemen enamel. Meski terdiri dari tim kecil, para artisan dalam departemen ini mendedikasikan waktu mereka untuk mengkreasikan kreasi-kreasi rupawan. Enamel adalah zat transparan dari oksida logam. Pada awal mula proses, setiap artisan harus memilih material baku terbaik untuk mendapat warna yang diinginkan. Selanjutnya batu permata dilapisi oleh bubuk halus dengan menggunakan tangan. Bubuk yang hadir dalam wujud cairan tersebut kemudian diaplikasikan dengan teliti pada dial menggunakan kuas berbulu tipis.
Patek Philippe adalah satu dari segelintir rumah jam tangan yang menggunakan berbagai teknik enamel. Termasuk di antaranya adalah champlevé, paillonné, grisaille, dan masih banyak lagi. Setiap artisan diharuskan memiliki pengalaman dalam berbagai teknik agar mampu menghasilkan karya terbaik. Dalam mengkreasikan karya enamel, setiap lapisan dilukis dan dibakar di dalam sebuah bejana untuk membuatnya solid. Proses ini dilakukan secara berulang untuk mendapatkan warna dan kualitas terbaik untuk setiap elemen dial. Jika enamel retak akibat aplikasi yang tidak merata pada lapisan tertentu, prosesnya harus dimulai dari awal.
Setelah menelisik berbagai keahlian menakjubkan yang dibanggakan oleh Manufaktur PP6, kami memperoleh pemahaman mendalam seputar visi Thierry yang menginisiasikan pembangunannya. Tak hanya meningkatkan keterampilan dan menciptakan lingkungan kerja yang kian efisien bagi para pekerjanya, Manufaktur PP6 berperan signifikan dalam melestarikan warisan watchmaking yang melibatkan kinerja mendetail dan kesabaran tingkat tinggi dalam pembuatannya. Mulai dari model paling sederhana hingga yang paling kompleks, semua jam
tangan Patek Philippe adalah hasil dari respek dan pengabdian sejumlah individu di balik pembuatannya. Hal ini juga menjadi alasan mengapa batu permata mendapat perlakuan istimewa yang sama di seluruh dunia.
Klik di sini untuk #BacaDiManaAja edisi terbaru dari CROWN Indonesia
End of content
No more pages to load