SELEBRASI LINI KONIS MILIK TUJUH BRAND HOROLOGI DUNIA

Menelusuri kejayaan tujuh brand yang mewarnai jagat horologi dunia dengan koleksi-koleksi paling monumental di abad ke-21. Singkap koleksi ikonis apa saja yang masuk ke dalam daftar tren kami.
10 Tahun Bvlgari Octo Finissimo
Sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 2012, koleksi Bvlgari Octo mengguncang jagat horologi sebagai ikon kontemporer yang memadukan kepiawaian teknis dan elegansi khas Italia. Koleksi ini pun terus berkembang menjadi tiga lini ikonis, Octo L’Originale (2012), Octo Finissimo (2014), dan Octo Roma (2017). Ketika ditelisik lebih lanjut, ketiganya memiliki sorotan berbeda. Octo L’Originale berfokus akan desain oktagonal dan 110 faset yang terinspirasi dari monumen Pantheon di Roma, sedangkan Octo Roma mengedepankan impresi klasik yang dicirikan oleh lekukan pada bagian case dan opsi temali aligator. Selanjutnya adalah Octo Finissimo yang senantiasa didaulat sebagai pemecah rekor berkat komplikasi mutakhir di dalamnya. Inilah yang membuat lini ini begitu istimewa.
Mari bertapak tilas ke silsilah singkat Octo Finissimo. Saat pertama kali diluncurkan di ajang Baselworld 2014, koleksi Octo Finissimo Tourbillon sontak menyabet dua rekor sekaligus sebagai jam tangan tourbillon dan mesin flying tourbillon tertipis di dunia. Saga ini terus berlanjut seiring dipecahkannya rekor tertipis untuk komplikasi lain pada Octo Finissimo Minute Repeater (2016), Octo Finissimo Automatic (2017), Octo Finissimo Tourbillon Automatic (2018), Octo Finissimo Chronograph GMT (2019), Octo Finissimo Tourbillon Chronograph Skeleton Automatic (2020), dan Octo Finissimo Perpetual Calendar (2021).
Kini, Bvlgari merayakan satu dekade koleksi Octo Finissimo–yang didapuk sebagai ikon–lewat perilisan dua iterasi anyar. Melalui Octo Finissimo Automatic 10th Anniversary dan Octo Finissimo Chronograph GMT 10th Anniversary, Bvlgari berhasil mengungguli pencapaian sebelumnya. Rekor sebagai jam tangan otomatis dan chronograph tertipis di dunia berhasil disabet sebagai rekor kedelapan bagi Bvlgari, ketiga untuk Octo Finissimo Automatic, dan kedua untuk Octo Finissimo Chronograph.
Perlu diingat bahwa kesuksesan Octo tak lepas dari tangan dingin yang mendemonstrasikan kepiawaian sang brand. Esensi desain Octo sendiri mengacu pada kreasi eponim Gérald Genta sebelum ia menjual perusahaannya ke Bvlgari pada tahun 1999. Ketika dihidupkan kembali pada tahun 2012, konsepsi desain diambil alih oleh Fabrizio Buonamassa Stigliani selaku Product Creation Executive Director Bvlgari. Dengan demikian, kedua iterasi anyar ini hadir sebagai wujud penghormatan terhadap sang kreator.
Alih-alih menggunakan teknik render di komputer, bagian dial menginkorporasi sketsa orisinal karya Fabrizio yang menyerupai guratan pensil. Komponen ini berkontras apik dengan jarum penanda berlapis PVD, logo Bvlgari, dan indeks numeral berwarna hitam. Kedua model mengusung material ultralight titanium yang berjasa meringankan bobot jam. Masih berkiblat pada ketipisan, Octo Finissimo Automatic 10th Anniversary dinaungi oleh case berdiameter 40 mm dengan total ketebalan sebesar 5,15 mm. Sementara, Octo Finissimo Chronograph GMT 10th Anniversary mengagungkan kepipihan chronograph movement dengan ketebalan sebesar 3,3 mm saja. Untuk menjaga eksklusivitas, kedua model dalam koleksi ini hanya tersedia sejumlah 200 unit di seluruh dunia.
65 Tahun Omega Speedmaster
Awal produksi Omega Speedmaster CK2915 di tahun 1957 tidak bertujuan untuk dikenal sebagai ‘Jam Tangan Pertama yang Dikenakan di Permukaan Bulan.’ Sesungguhnya, Speedmaster dicetuskan pada tahun ‘50-an untuk olahraga motor balap. Namun, kehadiran chronograph dan skala takimeter pada bezel membuatnya begitu melejit berkat keterbacaan yang mudah bagi para pembalap, sebuah inovasi pada masa itu. Semenjak itu, lebih dari 250 model Speedmaster telah diciptakan, dari perpetual calendar, split-seconds, hingga fase bulan. Bereinkarnasi dalam banyak model, Omega Speedmaster akan selalu menjadi jam tangan legendaris yang setia dengan desain awalnya.
Di tahun 1959, Ref. CK 2998 menjadi langgam desain dari Speedmaster yang dikenal sekarang. Tata letak lingkar penghitung dipertahankan, tetapi perbedaan utama terletak di jarum penanda bergaya busur yang diganti menjadi menyerupai pedang. Speedmaster 2998 dikenakan oleh astronot Wally Schirra dalam misi penjelahan luar angkasa, Sigma 7. Walaupun keberadaanya hanya sampai tahun 1963, Speedmaster 2998 dikenang sebagai model yang memulai hubungan erat dengan NASA dan membuka eksplorasi ruang angkasa lebih jauh.
Selanjutnya, terdapat Speedmaster 'Moonwatch' yang dikenal sebagai jam tangan pertama yang dikenakan Buzz Aldrin dalam misi Apollo 11 di tahun 1969. Ini adalah cikal bakal dari koleksi lain seperti Speedmaster ‘Snoopy’. Koleksi lain yang menjadi sorotan adalah Speedmaster ‘Mark II’ (1969) yang mengedepankan fondasi lebih kokoh. Di tahun 1962 dan 1963, Omega mengeluarkan Ref. 105.002 dan Ref. 105.003. Dua model inilah yang awalnya dipilih dan diuji oleh NASA dalam persiapan untuk misi bulan pertamanya. Jam tangan tersebut diuji keandalannya dalam keadaan panas, dingin, tekanan dan kelembapan ekstrem.
Untuk merayakan momentum hari jadi Speedmaster ke-65, Omega merilis salah satu model paling prestisius di penawarannnya, Speedmaster Calibre 321 dalam Canopus Gold. Model tersebut dirancang dengan spesifikasi autentik dan ditenagai oleh mesin Calibre 321 yang menjadi langgam Speedmaster orisinal rilisan tahun 1957. Speedmaster Calibre 321 dikemas dengan elegan dalam kotak kayu khusus berpola rosewood serta desain yang sama dengan kotak Speedmaster orisinal.
190 Tahun The Longines Master Collection
Ketika membeli Longines, Anda tidak hanya mendapatkan sebuah jam tangan, tetapi juga histori di baliknya. Eksistensi Longines dapat ditelusuri hingga tahun 1832, menjadikannya brand jam tangan tertua di dunia yang masih beroperasi sampai sekarang. Layaknya pemain besar lain, kiprah Longines bermula dari jam saku. Enggan tertinggal dari modernisasi, Longines berevolusi dengan penawaran jam tangan dan berhasil memelopori banyak terobosan pada setiap koleksinya. Di antaranya adalah mesin chronograph pertama, Calibre H20, high beat stopwatch, chronometer, dan sejumlah fitur lainnya.
Tidak terasa, 190 tahun telah berlalu. Bukan angka yang kecil, selebrasi meriah tentunya sudah diantisipasi oleh para pengikut setia Longines. Namun, brand basis Saint-Imier ini memilih untuk merayakannya dengan tiga penawaran baru dalam lini The Longines Master Collection. Diperkenalkan pertama kalinya pada tahun 2005, The Longines Master Collection akan mengingatkan Anda terhadap koleksi Heritage yang memberi impresi klasik serupa. Hanya saja, The Longines Master Collection dilengkapi dengan deretan komplikasi mutakhir yang ditenagai sepenuhnya oleh self-winding movement. Penawaran paling menonjol meliputi Moonphase Chronograph dengan fitur fase bulan, chronograph, dan indikator 24 jam, Master Collection Date, Master Collection Annual Calendar yang mengusung dial bercorak barleycorn khas Longines, dan Master Collection 190th Anniversary.
Mungkin “less is more” adalah slogan paling tepat untuk mendeskripsikan tiga iterasi anyar ini. Meski tidak dilengkapi komplikasi mutakhir, The Longines Master Collection 190th Anniversary hadir dengan desain elegan yang mampu menggaungkan esensi tradisional sang brand selama berabad-abad. Dinaungi dalam case berdiameter 40 mm, terdapat tiga model yang mengusung material berbeda seperti stainless steel, emas kuning 18 karat, dan emas merah muda 18 karat. Mengedepankan desain, The Longines Master Collection 190th dipercantik dengan dial bernuansa antrasit, abu-abu, dan perak sandblasted, serta indeks penanda bergaya Arabik. Sebagaimana namanya, masing-masing jam hanya tersedia sejumlah 190 unit di seluruh dunia.
70 Tahun Breitling Navitimer
Dari jam tangan chronograph yang dirancang sebagai instrumen kalkulasi penerbangan bagi para aviator di tahun 1952, Breitling Navitimer menjadi salah satu mahakarya yang paling dikenali di ranah aviasi dan dunia horologi. Navitimer sendiri adalah abreviasi untuk kata navigation dan timer, dua fungsi yang paling disoroti untuk sang lini. Tonggak pencapaian terbesar Navitimer adalah saat astronot Scott Carpenter mengenakan Navitimer Cosmonaute dalam misi Mercury-Atlas 7 di tahun 1962. Momen ini menandai pertama kalinya jam tangan chronograph dikenakan di perjalanan luar angkasa. Namun, prominensi Navitimer bermula jauh sebelum itu, yakni ketika Aircraft Owners and Pilots Association (AOPA)–klub aviator terbesar di dunia–memesan 100 unit jam tangan chronograph untuk para anggotanya.
Sukses memantik permintaan publik, gagasan untuk melansir versi komersial pun diwujudkan Willy Breitling lewat peluncuran Navitimer Ref. 806. Model lain yang tak kalah vital dalam evolusi Navitimer meliputi Navitimer Twin-Jet bersematkan logo pesawat kembar AOPA pada bagian dial, Chronomatic Self-Winding Chronograph yang ditenagai oleh mekanisme mikro-rotor, Navitimer Ref. 81600 sebagai simbol kebangkitan produsen arloji Swiss pasca berlalunya krisis kuarsa, dan Navitimer Rattrapante yang dilengkapi oleh split-seconds chronograph.
70 tahun kemudian, Navitimer senantiasa mengudara hingga menjadi salah satu ikon horologi termasyhur di bentala bumi ini. Breitling merayakannya dengan berbagai cara interaktif untuk berkoneksi dengan pencinta Navitimer. Di antaranya adalah melalui program Breitling Aviation Scholarship–dicanangkan untuk para pilot muda di Amerika Serikat–, diluncurkannya kampanye Navitimer - For The Journey yang menyoroti perjalanan inspiratif dari para profesional dari berbagai latar belakang, dan ditelurkannya interpretasi anyar dari Navitimer. Bernama B01 Chronograph, koleksi ini hadir dalam tiga opsi dial (46, 43 dan 41 mm), dua pilihan case (stainless steel dan emas merah muda 18 karat), juga dua temali (kulit atau logam). Meski beberapa elemen seperti logo AOPA, bezel melengkung, tri-compax chronograph, dan penggaris melingkar khas Navitimer tetap dipertahankan untuk menghormati pendahulunya, Anda dapat menemukan perbedaan mencolok pada bagian dial yang mengusung warna biru, hijau, dan tembaga. Untuk memeriahkan selebrasi ini, para pengikut setia Navitimer yang terdiri dari pelanggan, jurnalis, serta peritel Breitling diajak mengudara dalam penerbangan Swiss Air Lines dari Zürich ke Jenewa dan disuguhkan presentasi produk Navitimer edisi 70 tahun.
60 Tahun TAG Heuer Autavia
Ketika diskusi tentang lini legendaris TAG Heuer muncul di permukaan, pikiran Anda pasti tertuju pada lini Monaco atau Carrera. Kehadiran Autavia sebagai salah satu lini legendaris TAG Heuer acapkali terlupakan kendati hiatus produksi yang cukup lama dari tahun 1985 hingga 2017. Awalnya Autavia adalah instrumen waktu yang dipasang di dasbor mobil balap dan pesawat pada pertengahan abad ke-20 sebelum dikonsepsikan sebagai sebuah jam tangan oleh Jack Heuer di tahun 1962. Nama Autavia sendiri adalah penggabungan dari kata automotive dan aviation.
Model lawas yang berhasil melambungkan nama Autavia adalah Ref. 2446 dan Ref. 3646, ditenagai oleh hand wound movement Valjoux 72 dan 92. Ciri distingtif utama jam ini terletak pada bezel yang dapat diputar ke dua arah yang dilengkapi dengan pengatur waktu 60 menit atau 12 jam.
Mengingat statusnya sebagai jam tangan chronograph dengan movement otomatis pertama, tak ayal jika Autavia dilahirkan kembali di tahun 2017. Lewat sayembara bernama Autavia Cup, pengikut setia TAG Heuer dapat memilih satu dari deretan referensi lawas Autavia yang ingin dihidupkan kembali. Hasilnya adalah interpretasi modern bertajuk Autavia 2446 Mark 3 Jochen Rindt. Semenjak itu, penawaran demi penawaran terus disuguhkan TAG Heuer untuk memuaskan permintaan para pencinta lini Autavia.
Autavia 2446 Mark 3 Jochen Rindt (2017)
Perbedaan paling distingtif dalam versi anyar ini dapat ditemukan pada case bundar berdiameter 42 mm–pendahulunya dinaungi oleh case berdiameter 38 mm. Proporsi tersebut menyesuaikan mesin chronograph otomatis berdiameter 15,64 mm yang menenagainya. Di samping itu, versi ini tetap setia pada kode desain orisinal Autavia dengan lug bergaya ‘60-an dan bezel yang dapat diputar ke dua arah, dan dial bergaya panda dengan tri-compax chronograph. Pembeda lainnnya adalah kehadiran jendela tanggal pada posisi jam 6. Untuk memperkuat impresi khas reli, bagian caseback diukir dengan aksen dekoratif baling-baling dan tekstur menyerupai ban mobil.
Autavia Isograph Chronometer (2019)
Meski chronograph telah terpatri pada DNA Autavia, TAG Heuer memutuskan untuk menyimpang sedikit untuk iterasi keluaran tahun 2019 ini. Meniadakan fitur chronograph, Autavia Isograph Chronometer hadir dengan fungsi choronometer yang berdampak pada presisi waktu. Performa prima jam ini ditenagai oleh Calibre 5 dengan hairspring bermaterialkan karbon komposit bernama Isograph yang berjasa meningkatkan durabilitas pada sang movement. Selain mengutamakan performa, Autavia Isograph Chronometer juga mengedepankan desain elegan yang diwujudkan lewat opsi case bermaterialkan stainless steel atau perunggu yang ditawarkannya.
Autavia 60th Anniversary (2022)
Dalam rangka perayaan hari jadi ke-60 Autavia, TAG Heuer mengumumkan dilansirnya tiga iterasi terbaru yang bernaung dalam koleksi Autavia 60th Anniversary. Mengasimilasi unsur-unsur vital dalam Autavia, koleksi ini terdiri dari model Flyback Chronograph dan GMT 3 Hands. Kembalinya fungsi chronograph menjadi momen yang disambut dengan antusias tinggi. Terdapat dua opsi dalam versi Flyback Chronograph, yaitu dial bergaya panda berwarna hitam dan perak. Keduanya mengacu pada versi orisinal sebagai penghormatan terhadap leluhurnya. Ditenagai oleh Calibre Heuer 02 Flyback–bersertifikat COSC–, jam ini dilengkapi dengan fitur flyback untuk mempermudah penyetelan ulang tanpa harus memberhentikannya terlebih dahulu. Penawaran berikutnya adalah versi GMT 3 Hands yang dilengkapi oleh fungsi GMT 3 zona waktu dan ditenagai oleh Calibre 7 COSC GMT. Daya pikat model ini terletak pada bezel dengan konsep dwiwarna hitam dan biru berskala 24 jam.
90 Tahun Patek Philippe Calatrava
Meski Nautilus berada di urutan teratas dalam daftar dambaan para kolektor, Calatrava merupakan ikon sejati yang paling mewakili identitas Patek Philippe. Bagaimana tidak? Nama koleksi ini diadaptasi dari logo salib Calatrava yang didaftarkan oleh Patek Philippe sebagai merek dagangnya sejak tahun 1887 silam. Perlu Anda ketahui juga bahwa Calatrava adalah kreasi pertama yang dirilis Patek Philippe pasca diambil alih oleh keluarga Stern pada tahun 1932.
Dalam upaya menjangkau klien yang lebih luas, keluarga Stern menugaskan David Penney untuk mendesain jam tangan sederhana nan timeless sembari tetap memancarkan kemewahan dan kepiawaian khas Patek Philippe. Estetika ala Bauhaus yang mengedepankan minimalisme dan fungsionalitas kemudian mengilhami David dalam merumuskan tampilan Calatrava. Sebuah formula desain sempurna pun terwujud hingga menjadikan Calatrava sebagai acuan pakem bagi kreasi dress watch lain dari masa perilisannya di tahun 1932 hingga sekarang.
Sebagai pionir dari jam tangan yang mengusung case ramping berbentuk bundar dengan bezel datar dan lug yang terintegrasi secara subtil, Calatrava memikat konsumen lintas profesi dan generasi berkat desainnya yang tak lekang oleh waktu. Seperti desain ikonis lainnya, Calatrava pun menjadi kanvas bagi ragam iterasi yang memperkaya arsip penawaran Patek Philippe. Kecerdasan formula desain Calatrava dibuktikan dengan model orisinalnya, Referensi 96–kecintaan para kolektor, yang diproduksi selama 40 tahun dengan berbagai variasi.
Bila model orisinal menunjukkan detik secara terpisah melalui subdial di atas jam 6, terdapat beberapa variasi yang menawarkan tiga bahkan dua jarum penunjuk—tanpa detik—untuk tampilan dial yang lebih minimalis. Indeks baton sebagai penanda jam juga digantikan oleh numeral Breguet, Arab minimalis hingga Arab berukuran besar dan berisikan cairan berpendar untuk para pilot. Terdapat juga model populer dengan dial bersektor yang memisahkan lingkaran penunjuk jam dan menit. Dari segi material, Calatrava mengeksplorasi ragam warna emas hingga stainless steel. Sedangkan dari sisi dekorasi, Patek Philippe juga menawarkan versi bertaburkan berlian dan bezel berhiaskan ukiran Clous de Paris.
Momentum penting yang juga disaksikan oleh Calatrava adalah transisi dari penggunaan movement buatan LeCoultre menjadi in-house movement di bawah arahan keluarga Stern. Sejak tahun 1934, Calatrava ditenagai oleh 12”’120—in-house calibre pertama bagi sang brand. Seiring ragam iterasi yang diperkenalkan, Patek Philippe menenagai Calatrava dengan movement otomatis, super tipis, hingga yang berdetak 28.000 ketukan per jam. Tahun ini sang brand memperkenalkan kreasi movement terbaru, Calibre 30-255, pada Calatrava modern Ref. 6119. Meski jam tersebut bukanlah edisi spesial untuk merayakan hari jadi ke-90 yang jatuh tepat di tahun 2022 ini, kami tak sabar untuk melihat perkembangan Calatrava selanjutnya dengan Calibre 30-255 yang sepertinya disiapkan untuk mendukung ragam komplikasi kompleks dengan konfigurasi barel ganda dan torsi tingginya.
20 Tahun Louis Vuitton Tambour
Bicara eksistensi, Louis Vuitton tentunya sudah tidak asing di telinga publik sebagai nama besar di ranah fashion global. Merasa tidak cukup, sang brand mulai merambah ke dunia horologi dengan dilansirnya koleksi LV1 pada tahun 1988 dan Tambour pada tahun 2002. Siluet unik Tambour–case cembung dan nihilnya bezel–merupakan wujud representasi Louis Vuitton sebagai advokat seni dan menjadi landasan dari deretan penawaran yang bernaung di dalamnya. Tahun ini, Louis Vuitton Tambour merayakan dua dekade eksistensinya. Berikut kilas balik dari beberapa koleksi Tambour sepanjang dua dekade terakhir.
Tambour Automatique GMT (2002)
Daya pikat Tambour GMT terletak pada sunray dial coklat yang berkontras apik dengan jarum penanda GMT berwarna kuning sebagai anggukan terhadap monogram khas Louis Vuitton. Sebagaimana jam tangan GMT lainnya, jam ini mengusung bezel berskala 24 jam dan case bersiluet drum–terinspirasi oleh perkusi asal Jepang–yang dikreasikan oleh studio desain Berra Blanquer. Jam ini ditenagai oleh
Tambour Moon PDG Flying Tourbillon (2017)
Tak hanya jam tangan fashion, Tambour pun dipersenjatai dengan penawaran lebih serius. Tambour Moon Poinçon de Genève Flying Tourbillon hadir dengan salah satu komplikasi yang didapuk paling rumit untuk dikreasikan. Terletak di posisi jam 6 pada dial, cangkang tourbillon dikreasikan dengan siluet bunga Monogram khas Louis Vuitton. Performa mutakhir pada jam ini ditenagai oleh Calibre LV97 garapan La Fabrique du Temps Louis Vuitton yang terdiri dari 160 komponen saja.
Tambour Spin Time Air (2019)
Tambour Spin Time Air menghadirkan komplikasi jumping hour. Alih-alih ditunjukkan melalui jarum penanda di bagian pusat, indeks waktu ditunjukkan melalui 12 kubus yang tampak melayang di sekeliling dial. Setiap 60 menit, salah satu kubus akan menunjukan sisi netral. Jam ini ditenagai oleh Calibre LV88 dengan cadangan daya hingga 35 jam.
Tambour 20th Anniversary (2022)
Terinspirasi oleh Tambour pertama, Tambour 20th Anniversary dilengkapi oleh fitur chronograph yang ditenagai oleh movement LV277–diadopsi dari Zenith El Primero. Bagian rotor dimodifikasi oleh Louis Vuitton dengan material emas merah muda 22 karat. Untuk memperingati hari jadi ke-20 dari lini yang begitu erat dengan seni tersebut, Louis Vuitton turut memperkenalkan Bradley Cooper sebagai wajah terbarunya. Untuk menjaga eksklusivitas, Tambour 20th Anniversary hanya diproduksi sejumlah 200 unit di seluruh dunia.
Klik di sini untuk #BacaDiRumahAja edisi terbaru dari CROWN Indonesia
End of content
No more pages to load